Jibril Radio | Tajassus di antara
tafsirannya adalah mencari-cari kesalahan orang lain, terutama yang terus ingin
dicari aibnya adalah orang-orang beriman.
Jangan Selalu Menaruh Curiga (Prasangka Buruk)
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ
فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ
“Waspadalah dengan
buruk sangka karena buruk sangka adalah sejelek-jeleknya perkataan dusta.” (HR.
Bukhari no. 5143 dan Muslim no. 2563)
Prasangka yang
terlarang adalah prasangka yang tidak disandarkan pada bukti. Oleh karena itu,
jika prasangka itu dinyatakan pasti (bukan lintasan dalam hati), maka dinamakan
kadzib atau dusta. Inilah yang disebutkan dalam Fathul Bari karya Ibnu Hajar.
Menaruh Curiga pada Orang Beriman
Larangan berburuk
sangka dan tajassus disebutkan dalam ayat Al Qur’an,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا
“Hai orang-orang
yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian
dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang.” (QS.
Al Hujurat: 12).
Sebagaimana
disebutkan dalam Tafsir Al Jalalain, menaruh curiga atau prasangka buruk yang
terlarang adalah prasangka jelek pada orang beriman dan pelaku kebaikan, dan
itulah yang dominan dibandingkan prasangka pada ahli maksiat. Kalau menaruh
curiga pada orang yang gemar maksiat tentu tidak wajar. Adapun makna, janganlah
‘tajassus’ adalah jangan mencari-cari dan mengikuti kesalahan dan ‘aib kaum
muslimin.
Sebagaimana
disebutkan dalam Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim karya Ibnu Katsir, tajassus
-seperti kata Imam Al Auza’i- adalah mencari-cari sesuatu. Ada juga istilah
tahassus yang maksudnya adalah menguping untuk mencari-cari kejelekan suatu
kaum di mana mereka tidak suka untuk didengar, atau menguping di depan pintu-pintu
mereka. Demikian diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim.
Akibat Buruk Tajassus
Dari Ibnu ‘Abbas
radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنِ اسْتَمَعَ إِلَى
حَدِيثِ قَوْمٍ وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ أَوْ يَفِرُّونَ مِنْهُ ، صُبَّ فِى أُذُنِهِ
الآنُكُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa
menguping omongan orang lain, sedangkan mereka tidak suka (kalau didengarkan
selain mereka), maka pada telinganya akan dituangkan cairan tembaga pada hari
kiamat.” (HR. Bukhari no. 7042). Imam Adz Dzahabi mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan al-aanuk adalah tembaga cair.
Yang namanya
tembaga cair tentu saja dalam keadaan yang begitu panas. Na’udzu billah.
Ibnu Batthol
mengatakan bahwa ada ulama yang berpendapat, hadits yang ada menunjukkan bahwa
yang mendapatkan ancaman hanyalah untuk orang yang “nguping” dan yang
membicarakan tersebut tidak suka yang lain mendengarnya.
Namun yang tepat
jika tidak diketahui mereka suka ataukah tidak, maka baiknya tidak menguping
berita tersebut kecuali dengan izin mereka. Karena ada hadits di mana Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa terlarang masuk mendengar orang
yang sedang berbisik-bisik (berbicara empat mata). Seperti ini dilarang kecuali
dengan izin yang berbicara. Demikian diterangkan oleh Ibnu Batthol dalam Syarh
Shahih Al Bukhari.
Dari Mu’awiyah, ia
berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
إِنَّكَ إِنِ اتَّبَعْتَ
عَوْرَاتِ النَّاسِ أَفْسَدْتَهُمْ أَوْ كِدْتَ أَنْ تُفْسِدَهُمْ
“Jika engkau
mengikuti cela (kesalahan) kaum muslimin, engkau pasti merusak mereka atau
engkau hampir merusak mereka.” (HR. Abu Daud no. 4888. Al Hafizh Abu Thohir
menyatakan bahwa hadits ini shahih). Ini juga akibat buruk dari mencari-cari
terus kesalahan orang lain.
Dari sini kita dapat
mengambil pelajaran bahwa tak perlulah menaruh curiga pada orang muslim yang
berjenggot dan ingin kembali pada ajaran Islam yang hakiki. Tak pantas mereka
terus dicurigai sebagai teroris atau bahkan dengan aliran sesat yang saat ini
naik daun, yaitu ISIS.
Kalau Curiga Ada Bukti, Itu Boleh
Dari Zaid bin
Wahab, ia berkata,
عَنْ زَيْدِ بْنِ وَهْبٍ
قَالَ أُتِىَ ابْنُ مَسْعُودٍ فَقِيلَ هَذَا فُلاَنٌ تَقْطُرُ لِحْيَتُهُ خَمْرًا فَقَالَ
عَبْدُ اللَّهِ إِنَّا قَدْ نُهِينَا عَنِ التَّجَسُّسِ وَلَكِنْ إِنْ يَظْهَرْ لَنَا
شَىْءٌ نَأْخُذْ بِهِ
Ibnu Mas’ud
radhiyallahu ‘anhu telah didatangi oleh seseorang, lalu dikatakan kepadanya,
“Orang ini jenggotnya bertetesan khamr.” Ibnu Mas’du pun berkata, “Kami memang
telah dilarang untuk tajassus (mencari-cari kesalahan orang lain). Tapi jika
tampak sesuatu bagi kami, kami akan menindaknya.” (HR. Abu Daud no. 4890. Sanad
hadits ini dhaif menurut Al Hafizh Abu Thohir, sedangkan Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa sanadnya shahih).
Sebagaimana
disebutkan oleh Imam Nawawi dalam Riyadhus Sholihin bahwa terlarang berburuk
sangka pada kaum muslimin tanpa ada alasan yang mendesak.
Mulai Belajar untuk
Husnuzhon
Contohnya belajar
untuk husnuzhon, terhadapa makanan kaum muslimin saja kita diperintahkan untuk
husnuzhon. Jangan terlalu banyak taruh curiga tanpa bukti.
عَنْ عَائِشَةَ – رضى
الله عنها – أَنَّ قَوْمًا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنَّ قَوْمًا يَأْتُونَنَا
بِاللَّحْمِ لاَ نَدْرِى أَذَكَرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ أَمْ لاَ فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم –سَمُّوا اللَّهَ عَلَيْهِ وَكُلُوهُ
Dari ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha, ada suatu kaum yang berkata, “Wahai Rasulullah, ada suatu
kaum membawa daging kepada kami dan kami tidak tahu apakah daging tersebut saat
disembelih dibacakan bismillah ataukah tidak.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam lantas menjawab, “Ucapkanlah bismillah lalu makanlah.” (HR. Bukhari
no. 2057).
Lebih Baik
Memikirkan Aib Sendiri
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
يُبْصِرُ أَحَدُكُمْ
القَذَاةَ فِي أَعْيُنِ أَخِيْهِ، وَيَنْسَى الجَذَلَ- أَوِ الجَذَعَ – فِي عَيْنِ
نَفْسِهِ
“Salah seorang dari
kalian dapat melihat kotoran kecil di mata saudaranya tetapi dia lupa akan kayu
besar yang ada di matanya.” (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Adabul Mufrod
no. 592. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa riwayat ini shahih).
Perkataan Abu
Hurairah di atas sama seperti tuturan peribahasa kita, “Semut di seberang
lautan nampak, gajah di pelupuk mata tak nampak.”
Itulah kita,
seringnya memikirkan aib orang lain. Padahal hanya sedikit aib mereka yang kita
tahu. Sedangkan aib kita, kita sendiri yang lebih mengetahuinya dan itu begitu
banyaknya.
Wallahu waliyyut
taufiq, hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
—
Selesai disusun
menjelang Jumatan, 22 Jumadal Ula 1436 H di Darush Sholihin
Naskah Khutbah
Jumat di Masjid Al Ikhlas Tanjung Desa Girisekar, Panggang, Gunungkidul
Oleh: Muhammad
Abduh Tuasikal
Sumber
https://rumaysho.com/10529-tajassus-mencari-kesalahan-orang-beriman.html
0 Komentar