Seimbang dalam Ketaatan: Jangan Berlebihan dan Jangan Bermalas-malasan

Seimbang dalam Ketaatan

Jibril Radio - Ibadah adalah tujuan utama penciptaan manusia. Allah ï·» berfirman:

“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
(QS. Adz-Dzariyat: 56).

Namun, dalam menjalankan ibadah, Islam mengajarkan keseimbangan. Jangan terlalu berlebihan hingga mengorbankan hak-hak lain, tetapi juga jangan bermalas-malasan hingga meninggalkan kewajiban. Inilah yang dibahas dalam kajian Kitab Riyadus Shalihin Bab ke-13, “Al-Iqtisad fit Tha’ah” (Seimbang dalam Ketaatan) oleh Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A.

Mari kita kupas lebih dalam makna keseimbangan dalam ketaatan agar hidup menjadi lebih berkah, tenang, dan bahagia.

Al-Qur’an untuk Kebahagiaan, Bukan Kesengsaraan

Banyak orang mengira bahwa semakin banyak ibadah, semakin sengsara hidupnya. Padahal, tujuan diturunkannya Al-Qur’an adalah untuk kebahagiaan manusia, bukan penderitaan.

Allah ï·» berfirman:
“Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi sengsara.”
(QS. Thaha: 2).

Al-Qur’an adalah obat bagi penyakit hati—seperti iri, dengki, pelit, dan tamak—yang seringkali merusak kebahagiaan. Jika hati bersih, hidup terasa lapang. Jadi, berpegang pada Al-Qur’an adalah jalan menuju ketenangan, bukan beban hidup.

Makna Huruf Muqatha’ah “Thaha”

Di awal surat Thaha, Allah membuka dengan huruf muqatha’ah: “Thaha”. Para ulama menjelaskan bahwa huruf-huruf potongan seperti ini adalah bagian dari mukjizat Al-Qur’an.

Kaum Quraisy yang ahli bahasa tidak mampu menandingi susunan ayat Al-Qur’an meski hanya dengan dua huruf. Hal ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah, bukan ciptaan manusia. Maka, membaca dan memahami Al-Qur’an dengan penuh rasa syukur adalah ibadah yang menenangkan hati.

Syariat Islam Itu Penuh Kemudahan

Islam tidak pernah mempersulit umatnya. Segala aturan dalam syariat diturunkan dengan penuh rahmat.

Allah ï·» menegaskan:
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.”
(QS. Al-Baqarah: 185).

Contohnya, orang sakit atau musafir mendapat keringanan dalam puasa. Begitu pula dalam shalat, ada rukhsah (keringanan) seperti shalat dengan duduk atau berbaring bagi yang tidak mampu berdiri.

Jadi, jika kita menjadikan agama ini sebagai beban, itu tanda kita belum memahami spirit Islam yang sesungguhnya.

Dua Jenis Kesulitan dalam Ibadah

Dalam beribadah, ada dua macam kesulitan:

  1. Kesulitan yang wajar dan berpahala
    Misalnya rasa lapar saat berpuasa atau lelah ketika shalat subuh di masjid, ibadah haji/umroh, mencari nafkah untuk keluarga. Semakin sulit semakin berpahala. Itu adalah bagian dari ibadah dan bernilai pahala.

  2. Kesulitan yang dicari-cari dan tidak dianjurkan
    Misalnya, sengaja shalat di bawah terik matahari padahal bisa di tempat teduh, atau berpuasa dengan cara ekstrem yang tidak sesuai tuntunan Nabi ï·º.

Islam tidak mengajarkan mencari-cari penderitaan, melainkan menyeimbangkan antara usaha ibadah dengan rahmat Allah.

Kisah Wanita yang Berlebihan dalam Shalat

Diriwayatkan bahwa Rasulullah ï·º pernah menegur seorang wanita yang shalat terlalu berlebihan hingga membuatnya kelelahan. Nabi ï·º bersabda:

“Sesungguhnya Allah tidak akan bosan sampai kalian yang bosan. Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang kontinu meski sedikit.”
(HR. Bukhari dan Muslim).

Artinya, lebih baik ibadah sedikit tapi rutin, daripada banyak namun berhenti di tengah jalan. Konsistensi lebih utama dibanding sekadar jumlah.

Kisah Tiga Sahabat yang Ingin Berlebihan

Ada tiga sahabat yang ingin melakukan ibadah lebih banyak dari Nabi ï·º. Satu berkata akan selalu shalat malam, yang lain akan selalu berpuasa, dan yang ketiga tidak akan menikah agar fokus ibadah.

Namun Nabi ï·º menegaskan:

“Aku shalat malam dan tidur, aku berpuasa dan berbuka, dan aku menikah dengan wanita. Barang siapa membenci sunnahku, maka ia bukan dari golonganku.”
(HR. Bukhari dan Muslim).

Hadits ini jelas menolak anggapan bahwa ibadah harus berlebihan. Justru menolak sunnah Nabi ï·º adalah penyimpangan dari Islam.

Bahaya Bid’ah Idhafiyah

Salah satu bentuk berlebihan dalam ibadah adalah melakukan bid’ah idhafiyah, yaitu menambah-nambah ibadah yang asalnya ada dalilnya, tetapi ditambahi atau diubah caranya.

Contohnya, dzikir tertentu yang waktunya sudah jelas lalu diganti-ganti. Ini termasuk meremehkan sunnah Nabi ï·º. Padahal, Allah berfirman:

“...Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.”
(QS. Al-Hasyr: 7).

Ketaatan yang benar adalah mengikuti tuntunan Nabi ï·º, bukan membuat aturan sendiri.

Berlebihan Bisa Menumbalkan Hak Orang Lain

Ketika seseorang terlalu sibuk ibadah, sering kali ia melupakan hak-hak lain. Misalnya, seorang ayah yang terlalu fokus shalat malam hingga mengabaikan nafkah keluarga. Atau seorang suami yang lebih banyak di masjid daripada bersama istri dan anak.

Padahal, Islam mengajarkan keseimbangan: hak Allah ditunaikan, hak keluarga dipenuhi, hak diri sendiri juga dijaga. Nabi ï·º bersabda:

“Sesungguhnya tubuhmu punya hak atasmu, matamu punya hak atasmu, dan keluargamu punya hak atasmu.”
(HR. Bukhari).

Maka, beribadah harus proporsional agar semua hak terpenuhi.

Keseimbangan dalam ketaatan adalah kunci kebahagiaan dunia dan akhirat. Jangan berlebihan hingga mengorbankan hak-hak lain, dan jangan pula bermalas-malasan hingga meninggalkan kewajiban.

Islam adalah agama kemudahan, bukan agama kesulitan. Nabi ï·º adalah teladan terbaik dalam menyeimbangkan antara ibadah, keluarga, dan kehidupan sosial.

Dengan memahami ini, semoga kita bisa istiqamah dalam ibadah, menjaga keseimbangan hidup, serta meraih keberkahan dan kebahagiaan sejati.

-----------------------------------------------------------------------
Penulis: Tim JibrilRadio.com

Sumber: Kajian Ustadz Firanda Andirja
https://www.youtube.com/watch?v=6ZLg6eL9wEk

https://www.youtube.com/@JibrilRadio
Yuk Support Operational Jibril Radio: BSI 717 925 7437
Konfirmasi: Email: jibrilradio@gmail.com

0 Komentar